oleh Nur Indah Rahmadhani Mahasiswi Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta
Setiap hari, jutaan makanan terbuang sia-sia hanya karena tidak habis di konsumsi. Sayuran yang hanya sedikit layu pun sering kali langsung dibuang begitu saja. Kulit buah yang sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan kompos juga turut terbuang. Padahal, fakta menunjukkan bahwa limbah makanan yang termasuk dalam kategori limbah organik adalah salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Konsekuensinya, pemanasan global semakin parah, dampak perubahan iklim semakin terasa. Tentu sangat disayangkan jika potensi makanan yang masih layak dimanfaatkan harus berakhir sebagai sampah.
Menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah makanan terbesar, dengan total sekitar 23-48 juta ton makanan terbuang setiap tahunnya. Jika seluruh limbah organik ini di kelola dengan bijak melalui pengomposan, tentu akan menjadi sumber daya yang sangat berharga, terutama dalam sektor pertanian. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya mengolah limbah organik menjadi kompos. Sebagai solusi, di artikel ini akan dijelaskan bagaimana cara mengolah sisa makanan menjadi pupuk kompos yang bermanfaat untuk di sektor pertanian.
Sebagai penulis, saya yakin bahwa penggunaan pupuk kompos adalah solusi yang paling masuk akal dan berkelanjutan untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat limbah organik, sekaligus memperbaiki kualitas tanah pertanian untuk jangka panjang. Daripada terus bergantung pada pupuk kimia yang berdampak negatif bagi kesehatan tanah dan ekosistem, kita harus mulai beralih ke solusi yang lebih ramah lingkungan. Kompos bukan hanya sekedar alternatif, melainkan sebuah kebutuhan mendesak di tengah krisis iklim yang kita hadapi.
Pupuk kompos adalah sebuah pupuk organik yang dibuat dari proses dekomposisi atau penguraian bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, deadaunan kering, sisa makanan, kotoran hewan, dan juga limbah organik lainnya. Proses ini melibatkan mokroorganisme seperti bakteri, jamur, dan beberapa mikroba lain yang membantu memecah bahan-bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana dan bermanfaat bagi tanah dan juga tanaman. Fungsi lain dari pupuk kompos yaitu untuk mengurangi erosi dan degradasi tanah.
Selain manfaat ekologis, penggunaan pupuk kompos juga membawa dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Bagi petani, kompos dapat membantu mengurangi biaya pembelian pupuk kimia yang harganya terus melonjak, hasil panen pun meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sehingga mendukung kemandirian pangan dan kesejahteraan petani. Secara sosial, pengembangan pengomposan skala rumah tanga hingga komunitas dapat menciptakan lapangan kerja baru, seperti bank sampah organik atau pelatihan keterampilan membuat pupuk kompos. Bahkan, potensi usaha dari produk pupuk kompos pun dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan berbagai manfaat tersebut, sudah saatnya penggunaan pupuk kompos dijadikan pilar utama dalam strategi pertanian nasional. Pupuk kompos bukan hanya solusi praktis dan murah, tetapi juga langkah nyata menuju pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Keunggulan lain dari pupuk kompos yang sangat penting adalah kemampuannya menyediakan nutrisi makro dan mikro secara bertahap atau yang dikenal dengan istilah slow-release. Nutrisi seperti nitrogen, fosfor, kalium, serta unsur mikra lainnya dilepaskan secara perlahan ke dalam tanah, sehingga tanaman mendapatkan asupan yang stabil dan berkelanjutan sepanjang musim tanam. Hal ini sangat berbeda dengan pupuk kimi yang cenderung melepaskan nutrisi secara cepat dan berlebihan, yang sering kali menyebabkan pencucian nutrisi ke dalam air tanah dan pencemaran lingkungan. Dengan nutrisi yang dilepaskan secara bertahap tersebut, tanaman dapat menyerap unsur hara secara optimal sesuai kebutuhan, sehingga pertumbuhan menjadi lebih sehat dan hasil panen pun meningkat secara signifikan. Selain itu, pupuk kompos memiliki peran penting dalam memperbaiki keseimbangan biologi tanah. Pupuk kompos mendukung aktivitas miroorganisme tanah yang bermanfaat, seperti bakteri pengikat nitrogen, jamur mikoriza, dan organisme pengurai lainnya. Kehadiran mikroorganisme yang sehat juga dapat membantu mengendalikan pathogen dan hama secara alami, sehingga mengurangi kebutuhan penggunaan pestisida kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Pupuk kompos terdiri dari berbagai jenis yang dapat disesuaikan dengan bahan baku dan juga metode pengolahannya. Pertama, ada kompos hijau yang terbuat dari bahan-bahan organik segar seperti daun, rumput, atau limbah tanaman muda dengan kandungan nitrogen yang tinggi, sehingga baik untuk empercepat pertumbuhan tanaman. Kedua, terdapat kompos coklat yang berasal dari bahan organik kering seperti jerami, ranting, atau serbuk gergaji, kaya akan karbon dan bermanfaat untuk menyeimbangkan rasio karbon-nitrogen dalam tanah. Ketiga, tersedia juga vermikompos, yaitu kompos hasil proses dekomposisi dengan bantuan cacing tanah (biasanya cacing jenis Lumbricus atau Eisenia foetinida), menghasilkan pupuk dengan kandungan hara tinggi dan tekstur yang remah. Selain itu, ada juga kompos bokashi yakni kompos yang terbuat dengan menggunakan teknik fermentasi anaerob menggunakan bahan tambahan seperti EM4 atau MOL (Mikroorganisme Lokal), prosesnya lebih cepat dan menghasilkan kompos yang sudah di perkaya dengan mikroba bermanfaat, dengan bentuk akhir padat, mirip kompos biasa, teksturnya remah dan agak basah. Selain itu, tersedia juga kompos cair, kompos ini dihasilkan dari fermentasi limbah organik menggunakan mikroba cair seperti MOL atau EM4, brntuk akhirnya yaitu cair seperti larutan nutrisi organi berwarna coklat, mudah diserap tanaman, praktis untuk aplikasi daun. Setiap jenis kompos memiliki kelebihan masing-masing, sehingga pemilihnya perlu disesuaikan kebutuhan spesifik dan situasi di lapangan pada sektor pertanian.
Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai tantangan yang ada. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilah sampah, terbatasnya fasilitas pengomposan di tingkat rumah tangga, dan kurangnya dukungan pemerintah melalui regulasi atau intensif menjadi hambatan besar dalam implementasi penggunaan pupuk kompos secara luas. Banyak yang masih beranggapan pengomposan sebagai proses yang merepotkan, kotor, dan tidak praktis, padahal dengan metode yang tepat, seperti komposter sederhana, proses ini dapat dilakukan dengan mudah bahkan hanya di rumah sendiri.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersama-sama mengambil langkah nyata. Mari mulailah dengan memilah sampah organik di rumah dan mengolahnya menjadi kompos sederhana. Ajak sekolah, kampus, dan komunitas lainnya untuk memiliki program edukasi pengomposan. Pemerintah juga perlu hadir lebih aktif dengan kebijakan yang mendukung pengelolaan limbah organik berbasis komunitas, seperti penyediaan fasilitas kompos skala RT/RW, kelurahan, kecamatan, pelatihan gratis, atau intensif bagi rumah tangga yang aktif membuat kompos.
Jika tidak sekarang, maka kapan lagi? Kita harus menyadari bahwa krisis iklim bukanlah ancaman masa depan, melainkan sudah nyata dan jelas di depan mata. Dengan mengubah limbah menjadi berkah melalui pengomposan, kita tidak hanya membantu sektor pertanian tumbuh lebih sehat, tetapi juga berperan aktif dalam menjaga kelestaraian bumi. Kita perlu bergerak bersama-sama, mulai dari langkah kecil di rumah, demi perubahan besar bagi lingkungan. Karena pada akhirnya, bumi bukanlah warisan nenek moyang, melainkan titipan untuk generasi yang akan dating untuk dijaga dengan maksimal.